Langit
Terkadang kita butuh merenung. Memaknai setiap jengkal kehidupan ini. Mencari hikmah di balik setiap hal yang terjadi. Hingga akhirnya kita mampu untuk terus berjuang, menggapai asa tanpa lupa dengan sesama.
Ketika kau mulai bertanya, "Mengapa aku harus berlelah-lelah hanya untuk orang lain?" Ingatlah bahwa kau diciptakan untuk sebuah misi. Ingatlah lagi bahwa Tuhanmu Maha Penyayang, tidakkah kau merasa bersyukur? Maka diam dan berleha-leha bukanlah kriteria seorang hamba yang dicintai-Nya.
Langit selalu berhasil membuatku jatuh. Jatuh ke dalam sebuah perenungan yang amat dalam. Menyadarkan bahwa Tuhanku, Allah, adalah Maha Besar. Dengan apalagi aku harus berterimakasih atas segala nikmat yang Dia berikan selain rasa syukur dan terus bergerak untuk menegakkan agama-Nya?
Selama ini kita sudah memberikan apa untuk Allah? Jangan-jangan tangisan kita dihadapan-Nya masih palsu, jangan-jangan kita masih tidak jujur dalam beribadah. Istighfar, istighfar atas segala kesombongan yang tanpa sadar sudah membenih dalam diri. Malu dengan amalan yang begitu-begitu saja, tidak bertambah tapi malah berkurang. Malu dengan hafidz cilik yang diusianya ia mampu menjaga Allah dengan Al-Quran yang sudah terpatri dalam hati dan jiwa mereka. Malu dengan maksiat yang masih sering dilakukan. Malu. Malu sekali.
Ah, kadang ego masih memenangkan segalanya. Tanpa sadar orang lain terdzolimi karena kita. Kita asik sendiri dengan dunia yang lain dan lupa akan tanggung jawab yang sudah tersematkan pada pundak kita. Ah, munafik-kah, kita?
Entahlah.. mungkin aku harus menampar diriku berkali-kali atas segala kemunafikan ini.
Langit masih menjadi tempat terbaik untuk menatap, dengan segala keromantisannya. Tempat paling tulus dalam mengagungkan kebesaran-Nya. Terimakasih, Allah, atas segalanya. Tak ada alasan untuk tidak mencintai-Mu.
0 komentar :
Posting Komentar