Sabtu, 01 Mei 2021
Blog ini sudah berdiri sejak tahun 2013, berarti 8 tahun sudah usianya, dan tentu berisi postingan yang beragam.Tulisan-tulisannya sangat dipengaruhi oleh tingkat kedewasaan. Semakin terbaru, berarti semakin bisa mengolah kata demi kata dengan baik dan bijak. Rasanya sih begitu. Pun konten yang dituliskan, sesuai dengan apa yang sedang dipikirkan. Dan semakin terbaru, semakin terlihat banyak pikiran. Lagi-lagi, rasanya sih begitu.
Entah kenapa hari ini saya rindu sekali dengan blog ini, yang sudah berbulan-bulan lamanya hiatus-seperti sudah tidak bernafas lagi. Biasalah. Padahal, tinggal hanya meluangkan waktu aja. Tapi, tidak bisa dipungkiri, sosial media lebih menarik. Buka instagram, liat story orang, liat konten dakwah, liat berita, liat yang lucu-lucu, memang lebih seru. Buka facebook, cuma untuk baca tulisan-tulisannya bang Tere Liye, terus tutup lagi. Buka Whatsapp, wahhh, gak usah dijelasin.
Saat ini, teknologi semakin canggih, semakin banyak platform yang "mengajak orang untuk berekspresi." Rasanya sih bukan berekspresi, tapi lebih ke---ingin dilihat orang. Bukan hanya di dunia maya, di dunia nyata pun begitu. Eh, ini bukan ngadi-ngadi ya, tapi fakta di lapangan. Coba tanya aja diri sendiri. Konteks "ingin di lihat orang" ini tergantung lagi. Tergantung niat, ada yang niatnya mau ngajak orang berbuat baik, ada yang niatnya mau pamer, ada yang nitnya mau pamer kuadrat. Biasalah.
Bagi para orang tua-yang peduli dengan anaknya, kondisi demografi dan sosial saat ini sangat menjadi masalah, dan harus diatasi dengan tindakan preventif. Banyak orang tua yang banting tulang menyekolahkan anaknya di sekolah swasta tapi mengedepankan akhlak dan akhirat, daripada di sekolah negeri yang sebagian besar di dominasi oleh "krisis akhlak" dan minim ilmu akhirat. Atau ada yang menyekolahkan anaknya di sekolah negeri, tapi menambah kelas mengaji. Orang tua seperti ini tentu paham bahwa ilmu agama sangat penting untuk "menjaga" anak-anaknya kelak.
Lingkungan sangat mempengaruhi karakter dan tumbuh kembang anak, apalagi usia 6-15 tahun, menurut saya. Disitulah para orang tua-idealnya, mengokohkan pondasi tauhid (tauhid ini sudah harus ditanamkan dari usia 0 bulan atau dalam janin), ilmu Al-Qur'an, dan warning-warning penting yang akan dijumpai anak-anaknya saat dia sudah baligh, dan sudah mulai "terbuka" dengan kehidupan "dunia" yang sebegini-nya ini. Tentu tidak mudah, dan butuh effort besar. Tapi, disitulah letak perjuangannya.
Murid saya ada yang usia 6 tahun sudah bisa baca Al-Qur'an dengan baik, makharijul huruf yang fasih, dan sudah banyak wawasan tentang syari'at kehidupan sehari-hari. Saya tanya ke sang ibu apa rahasianya, ternyata hanya "ketekunan" dalam membimbing, disamping selalu meminta pertolongan pada Allah. Saya juga teringat kata beliau, "Anak-anak ini kan mengikuti orang tuanya, yang dilihat pertama orang tuanya, jadi kalau kita menyuruh anak kita untuk belajar Al-Qur'an misalnya, kita sebagai orang tua juga harus begitu. Keluarga menjadi tempat utama dlm membentuk karakter anak."
Saya yang ilmunya masih cetek ini jadi sedikit bertambah ketika ngobrol sama orang tua murid. Intinya, para orang tua itu resah jika anaknya salah pergaulan, salah lingkungan, salah memilih teman. Sedangkan kondisi sosial saat ini tidak bisa kita stop, maksudnya; kita gak bisa mencegah atau memberhentikan sesuatu yang sdh terbentuk secara global, sebut saja; dunia Tik Tok, Youtube, dsb. Ditambah lagi kondisi pandemi yang mengharuskan anak untuk memakai gadget setiap hari. Sungguh sangat berbahaya jika tidak ada yang mendampingi.
Membahas kondisi sosial memang gak ada habisnya. Padahal postingan kali ini, rencananya mau nulis yang ringan-ringan aja, eh malah berat kayak beban hidup kamu. hehe, bercanda. Memasuki bulan Mei dan sepuluh hari terakhir Ramadhan, semoga semakin semangat ngejar target ibadahnya, dan semakin kenceng doa-doanya.
Salam,
- dari yang nulis.
Copyright ©
2025
Moonlight
| Powered by
Blogger
Design by
Flythemes
| Blogger Theme by
NewBloggerThemes.com
0 komentar :
Posting Komentar