Selasa, 02 April 2013
“Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal indah di
dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?” tanya sang guru.
“Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi
saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya,” jawab
sang murid.
Guru terkekeh. “Nak, ambil segelas air dan dua genggam
garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu.”
Si murid beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan
permintaan gurunya itu, lalu kembali membawa segelas air dan garam sebagaimana
yang diminta.
“Coba ambil segenggam garam, masukkan ke segelas air itu,”
kata sang guru.
“Setelah itu coba kau minum sedikit.” Si murid pun
melakukan. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin.
“Bagaimana rasanya?” tanya sang guru.
“Asin, dan perutku jadi mual,” jawab si murid dengan wajah
masih meringis.
Sang guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya meringis
keasinan.
“Sekarang kau ikut aku.” Sang guru membawa murid ke danau di
dekat tempat mereka.
“Ambil sisa garam itu, coba kau tebarkan ke danau.”
Si murid menebarkan sisa segenggam garam ke danau, tanpa
bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari
mulutnya, tapi tak dia lakukan. Rasanya tak sopan meludah di hadapan mursyid,
begitu pikirnya.
“Sekarang coba kau minum air danau itu,” kata sang guru
sambil mencari batu yang cukup datar untuk diduduki, tepat di pinggir danau.
Si murid menangkupkan kedua tangan, mengambil air danau,
meraup ke mulut lalu meneguk. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir
di tenggorokannya, guru bertanya, “Bagaimana rasanya?”
“Segar, segar sekali,” kata si murid sambil mengelap bibir
dengan punggung tangan.
Tentu saja, danau itu berasal dari aliran sumber air di atas
sana. Airnya mengalir jadi sungai besar maupun kecil di bawah. Sudah pasti air
danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya.
“Terasakah rasa garam yang barusan kau tebarkan?”
“Tidak sama sekali,” kata si murid sambil mengambil air dan
meminum lagi. Sang guru hanya tersenyum memperhatikan, membiarkan murid meminum
air danau sampai puas.
“Nak,” kata sang guru setelah murid selesai minum.
“Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam.
Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan
penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh
Allah, sesuai
untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak
berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun
demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang nabi, yang bebas
dari penderitaan dan masalah.”
Si murid terdiam, mendengarkan.
“Tapi nak, rasa `asin’ dari penderitaan yang dialami itu
sangat tergantung dari besarnya ‘qalbu’ (hati) yang menampungnya. Jadi nak,
supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam
dadamu itu jadi sebesar danau."
Karena Hidup adalah sebuah pilihan, mampukah kita jalani
kehidupan dengan baik sampai ajal kita menjelang?
Belajar bersabar menerima kenyataan adalah yang terbaik .
Copyright ©
2025
Moonlight
| Powered by
Blogger
Design by
Flythemes
| Blogger Theme by
NewBloggerThemes.com
0 komentar :
Posting Komentar